Rabu, 30 Januari 2013

Mencoba Membuat Fanfic :D


TERIMAKASIH, HUJAN


            Hari ini hari Sabtu dipertengahan bulan. Sabtu, hari yang selalu kunanti. Saat matahari yang menggantung mulai menurunkan dirinya perlahan. Terburu aku percepat langkahku menuju tempat yang selalu aku datangi dimana banyak menjual buku yang baru dan bahkan menyimpan buku-buku cetakan belasan tahun lalu. Tanpa peduli masih mengenakan seragam, aku selalu kesana tepat setelah bel pulang berbunyi. Walaupun dengan jarak cukup jauh –aku masih harus menaiki kendaraan umum untuk kesana- tapi tidak mengalahkan niatku untuk menemui seseorang yang bahkan aku tak tahu namanya. Entahlah, akupun tidak mengerti. Sudah 2 bulan terakhir hal ini seolah menjadi rutinitasku.

            Tanpa ragu, aku langkahkan kakiku kedalam toko buku dengan arsitektur kuno itu. Berjalan sedikit, seolah mencari-cari sebuah buku. Buku demi buku dengan segel terbuka, kubuka lembaran-lembarannya seolah membacanya sambil sesekali melirik jam tanganku. Harusnya, ini sudah saatnya anak laki-laki SMU itu datang kesini. Sebelumnya, ia selalu datang kesini untuk membaca buku-buku pelajaran tingkat SMA. Ya, aku masih bersekolah di SMP tingkat 3. Pemilik toko buku sudah mulai melihat ke arahku, Tuhan, jangan sampai ia mendekat kesini karena aku memang tidak berniat untuk membeli satupun buku disini. Untuk alihkan perhatiannya, aku berpura-pura menelfon seseorang, seperti aku sedang menunggunya padahal tidak seorangpun yang aku telfon.

            Menunggu membuatku termenung, teringatkan lagi akan peristiwa yang terjadi di waktu itu. Kala itu, aku datang kesini untuk membeli beberapa buku pelajaran lama. Kemudian, ia datang memasuki toko buku itu dengan biasa, sungguh biasa. Tanpa melihatnya, aku hanya mencari buku-buku. Setelah kutemukan beberapa buku yang kuinginkan,  aku berjalan ke arah kasir untuk membayar dan berjalan keluar toko buku tersebut. Cukup jauh aku dari toko buku itu dan sudah hendak menaiki bis, lalu kulihat ia berlari sambil menyeru padaku untuk berhenti.

“hey, ini milikmu kan?” ucapnya terengah sambil menyerahkan sesuatu. Ah! Itu ponselku! Tapi bagaimana bisa?

“eh? Terimakasih banyak ya, terimakasih.
Pasti tadi tertinggal ketika aku sedang memilih buku.
Tapi kamu tau dari mana kalau ini punyaku?”

“karena itu.” Jawabnya sambil menunjuk ke arah gelangku yang memiliki gantungan berbentuk teddy bear.

“gantungan itu sama dengan gantungan di ponselmu,
 maka dari itu ponsel ini pasti milikmu.”

            Setengah tidak percaya aku dengan jawabannya. Bagaimana mungkin orang itu bisa sebegitu ingat dengan gantungan dan gelangku padahal mungkin hanya sekali melihatku. Atau.. mungkin saja ia mengamatiku. Banyak tanya yang terlintas di benakku membuatku sedikit terdiam  menatapnya. Dan yang membuatku heran, ternyata masih ada orang yang baik seperti dia. Padahal mungkin saja jika orang lain yang menemukan ponselku, pasti akan mengambilnya. Belum lagi ponselku ini keluaran terbaru, tentu saja masih berharga lumayan jika dijual kembali.

“terimakasih banyak ya! Kalau ini sampai hilang, bisa celaka aku!”

“iya sama-sama.
Siapa namamu?”

Sambil menyodorkan tanganku dengan disertai senyuman, kuperkenalkan diriku.

“Nama saya Shania. Kamu?”

Menyambut senyum dan tanganku, ia pun menjawab.



“namaku..”




            Belum lengkap yang ia ucapkan, tiba-tiba ponsel miliknya berdering.

“halo?
Iya, baiklah saya akan segera kesana.
Maaf saya harus segera pergi, sampai jumpa.”

            Ia melambaikan tangannya dan bergegas pergi. Belum sempat ia melihat lambaian balasan dariku, tubuhnya sudah berbalik arah, meninggalkan aku yang masih terpaku di halte pinggir jalan. Rambut kecoklatan, alis tebal, dan paras tegap lebih tinggi dariku, itu yang kuingat dari sosoknya.

            Waktu berlalu sungguh terasa lama. Sudah hampir setengah jam aku menunggu di sini. Satu persatu pengunjung ku amati namun sosoknya tak kunjung terlihat, aku tidak tahu. Langitpun mulai gelap, awan pekat perlahan menutupi langit yang terang Ah, bodoh sekali aku ini, menunggu seseorang yang bahkan tidak ku kenal hanya untuk melihat senyumnya. Niat untuk kembali saja kerumah pun mulai ada di hatiku ketika aku menaruh buku yang kupegang ke raknya semula dan mulai berjalan ke pintu keluar. Sedikit bimbang di hati, pikiranku mulai ikut mengambil bagian. Bagaimana ketika aku pergi ia malah datang kesini? Sia-sia saja kalau begitu aku kesini. Ah, benar saja. Rintik hujan datang dan semakin deras yang menahanku untuk tetap disini, sial sekali!

Toko pun menjadi ramai dengan hanya deras bunyi hujan yang terdengar. Mendekati kursi di sudut bagian Koran, aku duduk. Dan tiba-tiba saja lonceng pintu toko buku berbunyi, pertanda ada yang datang. Pandanganku teralih, dan, ya Tuhan! Syukurlah itu dirinya! Dalam hatiku sungguh senang seperti ingin melompat setinggi-tingginya, namun aku hanya duduk menunduk sambil sesekali mencuri pandang padanya dan menyembunyikan senyum. Ia masuk dalam keadaan basah, membuka jas hitam seragamnya, dan melipatnya di lengan. Penjaga toko menyuruhnya untuk tidak memegang buku dengan tangan basah, ia hanya tersenyum dan mengangguk.

Ia berjalan kedalam, diikuti oleh pandanganku. Seperti mencari sesuatu dan menemukannya, ia melangkah ke arahku dan duduk di sampingku lalu mengeluarkan 2 buku pelajarannya dari tas yang basah. Dengan cepat aku mengeluarkan ponselku dan headset kemudian memakainya seolah hendak mendengarkan lagu padahal sebenarnya aku hanya tidak tau harus melakukan apa sedangkan detak jantung ini menjadi lebih cepat dan semakin cepat. Sungguh, aku menahan senyum yang seharusnya aku berikan saat ini juga sebagai ungkapan sapaan. Ia mengeluarkan saputangan dari tasnya, mengelap tangan dan mengeringkan rambutnya sementara aku hanya terdiam menunduk sambil memainkan ponselku.

Entah mengapa, dirinya semakin menarik perhatianku. Setiap gerak sederhana, membuatku ingin menyapanya, atau setidaknya sedikit senyumku mungkin bisa menghangatkan suasana ditengah dinginnya hujan ini. Hatiku ikut berbicara, tidakkah kamu dengar? Ayo cepat, sapa aku lebih dahulu! Tidakkah kamu tau? sudah sejak lama aku ingin mengenalmu, sudah beberapa kali aku sengaja kesini untuk menemuimu, kita selalu berada dalam diam. Tidakkah kamu juga ingin mengenalku? Atau kamu hanya menganggap aku anak SMP, tidak menarik bagimu? Atau bahkan kamu sama sekali tidak ingat padaku dan kejadian waktu itu?
           
            Tuhan, bodoh sekali aku ini, sangat bodoh dan aneh! Kenapa aku jadi bersikap seperti ini? Eh? Sepertinya tangannya sudah kering. Ia pun berdiri dan mulai berkeliling mencari, lalu membaca buku seperti yang biasa ia lakukan. Aku disini, hanya duduk mengamatinya dari jarak yang cukup. Kesal, tentu saja karena aku tidak bisa menyapanya lebih dahulu, ah susah sekali sih menjadi anak perempuan! Jika suka, hanya bisa menunggu.

            Lama kemudian, bunyi hujan mulai tidak terdengar, hujan yang mereda. Cepat sekali rasanya waktu berjalan ketika sedang tidak menunggu suatu hal. Baiklah, aku ingin pulang saja. Namun sepertinya, laki-laki itu pun akan pulang seperti aku. Sengaja aku terdiam dulu agar ia berjalan lebih dahulu dari aku. Setidaknya mungkin aku bisa melihatnya untuk sebentar lagi. Ia pun memakai tasnya dan membawa 2 buku lagi di tangannya. Tiba-tiba sesuatu jatuh dari buku yang dibawanya, kurasa tanpa Ia sadari. Tidak segera ku pungut, aku berpura-pura mengikat tali sepatu yang sudah terikat untuk mengambi benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. Sambil melangkah lebih riang di jalanan yang basah setelah hujan, aku bersenandung. Ah, terimakasih, hujan!


SMA ***
Nama             : Kyo Nakagawa
Kelas             : 3A
No. Induk     : 0456

Tidak ada komentar:

Posting Komentar