AWAL
DARI MUSIM PANAS
Tatapan mata yang tulus itu, terpejam dan berdoa..
Lagi, sebuah pesawat melintas di depanku, ya, di depan
mataku. Melintas dan menghalangi sang matahari untuk beberapa detik. Hembusan
angin yang terasa, membuat aku tak ingin beranjak dari berbaring di hamparan
rumput ini. Menghitung pesawat, dan memejamkan mata untuk berusaha mempertajam
indera pendengaranku agar dapat kudengar suara yang ingin ku dengar. Awan di
langit semakin memudar, namun teduhnya pepohonan di hutan dalam bukit kecil
belakang sekolah ini belum dapat terkalahkan oleh teriknya matahari. Waktu
tetap berjalan, aku masih disini menikmati sejuknya hawa tanpa terlelap.
Dinginnya tanah mulai terasa berbeda, kurasa musim panas akan segera tiba.
Tiba-tiba sebuah suara terdengar, suara rumput yang
diinjak oleh sesuatu, ah itu suara langkah kaki. Suara tersebut semakin
mendekat namun mataku masih terlalu nyaman untuk terpejam. Suara tersebut
sungguh dekat hingga terdengar di telinga kiriku. Dengan enggan, kubuka sedikit
demi sedikit kedua mataku dan sedikit menolehkan kepala kearah kiri. Sosoknya
terlihat, sosok yang sungguh ku kenal, ikut membaringkan diri seperti yang
kulakukan. Sosok yang selalu membuat degup jantungku lebih cepat. Sosok yang
selalu sulit untuk kutatap dalam matanya. Sosok yang suaranya selalu aku
nantikan di tiap lembar hariku. Sosok yang sering menjadi alasan dari senyumku.
Sosok itu, juga sedang memejamkan mata. Hadirnya, seperti biasa selalu merubah
detak dalam jiwaku. Kemudian ku pejamkan mataku lagi, untuk merekam suaranya
dengan lebih jernih.
“belum pulang, Stella-san?”
“belum, kamu sendiri kenapa
belum pulang?”
“nanti saja, aku masih mau di
tempat ini.
Liburan musim panas akan
segera dimulai, kamu sudah ada rencana?”
“belum, tapi mungkin aku mau
menghabiskannya di villa dekat pantai milik Kakekku.”
“wah terdengar seru, aku
boleh ikut?”
“ya ngga lah, kamu kan laki-laki! Masa iya Cuma nginep sama aku aja?
Lagipula aku malu sama Kakekku.”
“kalau aku ajak teman-teman
yang lain, gimana?”
“kalau itu mungkin boleh,
nanti aku bilang dulu ke kakekku.
Kagawa-san sendiri, liburan musim panas ini sudah ada rencana?”
“sudah.”
“mau kemana?”
“aku mau pergi ke luar kota,
atau mungkin tepatnya ke luar negeri.”
“wah, hebat. Ke mana?”
“aku mau pergi ke..” suara
deru pesawat yang melintas menghalangi pendengaranku untuk beberapa detik.
Membuatku mengerutkan keningku, ah sungguh keras. Juga membuatku kehilangan
suaranya untuk beberapa saat.
“ya semoga saja liburan kita
menyenangkan.
Sudah ambil PR musim panas di
pak Guru?”
“tidak mau, ah.”
“ehh bandel banget ga mau ngerjain PR. Aku bilangin pak Guru loh!”
“Lagipula buat apa juga aku
ngerjain PR, udah ga ada gunanya.”
“dasar, Kagawa-san.”
Kesunyian mendekati kami untuk beberapa saat, detik-detik
yang membuatku berfikir tentang bagaimana caranya untuk tetap mempertahankan
pembicaraan, dan tentunya untuk menahannya agar tetap disini. Jauh dalam hati
ini, tanpa ia tahu, aku sedang berusaha menyampaikan apa yang selama ini sangat
ingin ku ungkapkan, tentu saja hanya dalam diam. Hati ini sungguh sulit di
mengerti, aku hanya berharap ia dapat mendengar degup jantungku saat ini, saat
ia ada di sampingku. Hati ini terus bicara, andai saja tiap hembusan angin
sejuk yang sedang kami nikmati ini dapat menyampaikan semua perasaanku walau
kini kami terpejam dalam sunyi. Gemerisik angin yang mengenai dedaunan di
pepohonan seolah mengatakan padaku untuk memberanikan diriku, ah sungguh tak ku
mengerti.
Suara rumput mendadak berubah tanda ada suatu gerakan
cepat. Kurasa ia terbangun dan berdiri untuk melangkah pergi. Menyadari itu,
kuurungkan niatku untuk mengatakan perasaan ini. Tetapi kedua mata ini masih
tak mau berhenti terpejam. Lagi-lagi, kudengarkan suaranya dengan mata
terpejam.
“aku berangkat ke Indonesia
sekarang, Stella-san.
Sekarang aku mau ke bandara
bersama keluargaku yang sudah menunggu di depan sekolah.
Kuharap suatu saat nanti kamu
bisa datang ke Indonesia dan menemuiku.
Maafin ya kalau selama ini
aku punya salah ke kamu, dan terimakasih selama ini telah menjadi teman yang
baik untukku.
Semoga aku hanya menetap di
sana untuk beberapa tahun saja, aku tidak ingin meninggalkan Negara ini terlalu
lama.
Sampai jumpa lain waktu!
Bye!”
Suara langkahnya terdengar semakin menjauh, semakin
menjauh, dan akhirnya tersembunyikan oleh gemerisik dedaunan.
Aku tak ingin membuka mataku, aku tak ingin membiarkan
air mata ini keluar dari kedua mataku. Dengan susah payah aku berusaha
terpejam, dan mendengar. Mendengarkan hembusan angin yang mengenai pepohonan,
memutar kembali suara miliknya, dan menunggu suara deru pesawat yang mungkin
didalamnya ada sosok yang memiliki kunci dari tiap perasaanku yang selalu
terbelenggu ketika hadirnya ada di sampingku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar