Jumat, 18 Januari 2013

Mencoba Membuat Fanfic :D



AWAL DARI MUSIM PANAS


Tatapan mata yang tulus itu, terpejam dan berdoa..


            Lagi, sebuah pesawat melintas di depanku, ya, di depan mataku. Melintas dan menghalangi sang matahari untuk beberapa detik. Hembusan angin yang terasa, membuat aku tak ingin beranjak dari berbaring di hamparan rumput ini. Menghitung pesawat, dan memejamkan mata untuk berusaha mempertajam indera pendengaranku agar dapat kudengar suara yang ingin ku dengar. Awan di langit semakin memudar, namun teduhnya pepohonan di hutan dalam bukit kecil belakang sekolah ini belum dapat terkalahkan oleh teriknya matahari. Waktu tetap berjalan, aku masih disini menikmati sejuknya hawa tanpa terlelap. Dinginnya tanah mulai terasa berbeda, kurasa musim panas akan segera tiba.

            Tiba-tiba sebuah suara terdengar, suara rumput yang diinjak oleh sesuatu, ah itu suara langkah kaki. Suara tersebut semakin mendekat namun mataku masih terlalu nyaman untuk terpejam. Suara tersebut sungguh dekat hingga terdengar di telinga kiriku. Dengan enggan, kubuka sedikit demi sedikit kedua mataku dan sedikit menolehkan kepala kearah kiri. Sosoknya terlihat, sosok yang sungguh ku kenal, ikut membaringkan diri seperti yang kulakukan. Sosok yang selalu membuat degup jantungku lebih cepat. Sosok yang selalu sulit untuk kutatap dalam matanya. Sosok yang suaranya selalu aku nantikan di tiap lembar hariku. Sosok yang sering menjadi alasan dari senyumku. Sosok itu, juga sedang memejamkan mata. Hadirnya, seperti biasa selalu merubah detak dalam jiwaku. Kemudian ku pejamkan mataku lagi, untuk merekam suaranya dengan lebih jernih.


“belum pulang, Stella-san?”

“belum, kamu sendiri kenapa belum pulang?”

“nanti saja, aku masih mau di tempat ini.
Liburan musim panas akan segera dimulai, kamu sudah ada rencana?”

“belum, tapi mungkin aku mau menghabiskannya di villa dekat pantai milik Kakekku.”

“wah terdengar seru, aku boleh ikut?”

“ya ngga lah, kamu kan laki-laki! Masa iya Cuma nginep sama aku aja? Lagipula aku malu sama Kakekku.”

“kalau aku ajak teman-teman yang lain, gimana?”

“kalau itu mungkin boleh, nanti aku bilang dulu ke kakekku.
Kagawa-san sendiri, liburan musim panas ini sudah ada rencana?”

“sudah.”

“mau kemana?”

“aku mau pergi ke luar kota, atau mungkin tepatnya ke luar negeri.”

“wah, hebat. Ke mana?”

“aku mau pergi ke..” suara deru pesawat yang melintas menghalangi pendengaranku untuk beberapa detik. Membuatku mengerutkan keningku, ah sungguh keras. Juga membuatku kehilangan suaranya untuk beberapa saat.

“ya semoga saja liburan kita menyenangkan.
Sudah ambil PR musim panas di pak Guru?”

“tidak mau, ah.”

“ehh bandel banget ga mau ngerjain PR. Aku bilangin pak Guru loh!”

“Lagipula buat apa juga aku ngerjain PR, udah ga ada gunanya.”

“dasar, Kagawa-san.



            Kesunyian mendekati kami untuk beberapa saat, detik-detik yang membuatku berfikir tentang bagaimana caranya untuk tetap mempertahankan pembicaraan, dan tentunya untuk menahannya agar tetap disini. Jauh dalam hati ini, tanpa ia tahu, aku sedang berusaha menyampaikan apa yang selama ini sangat ingin ku ungkapkan, tentu saja hanya dalam diam. Hati ini sungguh sulit di mengerti, aku hanya berharap ia dapat mendengar degup jantungku saat ini, saat ia ada di sampingku. Hati ini terus bicara, andai saja tiap hembusan angin sejuk yang sedang kami nikmati ini dapat menyampaikan semua perasaanku walau kini kami terpejam dalam sunyi. Gemerisik angin yang mengenai dedaunan di pepohonan seolah mengatakan padaku untuk memberanikan diriku, ah sungguh tak ku mengerti.



            Suara rumput mendadak berubah tanda ada suatu gerakan cepat. Kurasa ia terbangun dan berdiri untuk melangkah pergi. Menyadari itu, kuurungkan niatku untuk mengatakan perasaan ini. Tetapi kedua mata ini masih tak mau berhenti terpejam. Lagi-lagi, kudengarkan suaranya dengan mata terpejam.


“aku berangkat ke Indonesia sekarang, Stella-san.

Sekarang aku mau ke bandara bersama keluargaku yang sudah menunggu di depan sekolah.

Kuharap suatu saat nanti kamu bisa datang ke Indonesia dan menemuiku.

Maafin ya kalau selama ini aku punya salah ke kamu, dan terimakasih selama ini telah menjadi teman yang baik untukku.

Semoga aku hanya menetap di sana untuk beberapa tahun saja, aku tidak ingin meninggalkan Negara ini terlalu lama.

Sampai jumpa lain waktu! Bye!”


            Suara langkahnya terdengar semakin menjauh, semakin menjauh, dan akhirnya tersembunyikan oleh gemerisik dedaunan.

            Aku tak ingin membuka mataku, aku tak ingin membiarkan air mata ini keluar dari kedua mataku. Dengan susah payah aku berusaha terpejam, dan mendengar. Mendengarkan hembusan angin yang mengenai pepohonan, memutar kembali suara miliknya, dan menunggu suara deru pesawat yang mungkin didalamnya ada sosok yang memiliki kunci dari tiap perasaanku yang selalu terbelenggu ketika hadirnya ada di sampingku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar