DENGARLAH DENGAN HATIMU
Pagi ini, kembali kutemukan setangkai bunga mawar di
jendela kamarku yang berada di lantai 2. Entah siapa yang menaruhnya disana.
Seperti biasa, mawar itu kemudian ku simpan dalam sebuah stoples kaca tanpa
tutup di meja belajar dalam kamarku. Sudah hampir selusin mawar didalamnya. Sesampainya
di sekolah, Aku bercerita kepada teman dekatku di kelas.
“Nal, masa hari
ini ada yang kasih Aku mawar lagi.”
“oh ya? Di jendela kamar lagi?”
“Iya.”
“Nah! Berarti pengirimnya masih orang yang sama!”
“tapi siapa? Lagipula, buat apa juga..”
“kamu bodoh ya? Itu pasti si Kagawa!”
“apa sih.. Jangan sok tau lagi deh.”
“kamu gak dengar ya? Gosip tentang ini sudah terdengar ke
seluruh sekolah!”
“gosip apa?”
“ya tentang Kagawa, anak laki-laki yang kelasnya di sebelah
kelas kita itu, katanya dia suka sama kamu. Masa iya kamu gak tau?”
“Loh? Kagawa yang pacarnya Ayana itu ya?”
“eh, dia bukan pacarnya Ayana loh.”
“ah, masa iya Dia suka ke Aku. Kalau berpapasan saja Cuma
diam, bagaimana bisa? Lagipula, bukannya memang banyak ya, anak perempuan yang
diam-diam suka sama dia?”
“iya juga sih, tapi itu kan bukan berarti dia gak suka sama
kamu. Kenapa gak coba cari tau, Nad?”
“malas, ah. Lagipula, sepertinya dia itu playboy.”
“eh? kenapa kamu berpikir begitu? Dia kan baik.”
“ya baiknya ke semua perempuan, itu berarti dia gak setia.
Coba kamu lihat, dia kan katanya dekat sama Ayana kan? Tapi kenapa belum jadian juga? Itu berarti dia gak mau
terikat sama pacaran, alias playboy!”
“wah sadis juga ya omonganmu, kalau Dia dengar bisa sakit
hati tuh nantinya haha..”
“kok sadis? Aku
kan Cuma bilang yang sebenarnya aja.”
“tapi kalau menurutku sih, dia itu memang baik beneran loh.
Buktinya, memang bukan perempuan saja kan yang sering dia baikin? Lagipula, kurasa Dia ramah. Mungkin, karena Dia suka sama
kamu jadi Dia diam saja kalau ketemu kamu, grogi gitu.”
Pembicaraan kami terhenti tiba-tiba karena Guru telah
masuk ke kelas dan pelajaran pun dimulai. Di sela Guru yang menerangkan
pelajaran, sedikit terlintas di benakku tentang Kagawa itu. Apa benar Ia
menyukaiku? Walaupun teman-temanku bilang dia memang orang yang baik, tetapi
entah mengapa Aku tidak berpikiran yang sama dengan mereka. Bahkan aku pernah
mendengar kalau Ia sering mengantarkan seorang anak perempuan dengan sepeda.
Eh? Kenapa aku jadi memikirkan Dia? Sudahlah.
Waktu pulang sekolah pun tiba, tetapi hari ini giliran ku
untuk membersihkan kelas. Setelah semua siswa keluar ruangan, aku baru akan
membersihkan kelas. Tetapi, rasa lapar ternyata lebih bisa mengendalikanku.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi makan ke kantin sekolah terlebih dahulu dan
akan membersihkan kelas setelahnya. Mungkin tidak akan memakan waktu lama.
Akupun berjalan ke kantin sekolah.
Semoga saja penjaga kantin masih membuka kantinnya,
karena rasa lapar ini sungguh membuatku tidak bisa melakukan apapun sebelum
makan sesuatu. Menuruni tangga, dan berbelok, aku sampai di kantin sekolah.
Kulayangkan pandanganku untuk melihat ke sekeliling kantin sambil memikirkan
makanan apa yang akan kubeli. Tiba-tiba pandanganku terhenti kepada sosok anak
perempuan yang sedang memesan makanan di meja pemesanan, bukankah itu Ayana?
Mengapa jam segini Ia belum pulang ke rumah? daripada berlama-lama, berjalanlah
aku menghampiri Ayana. Siapa tahu kita bisa makan bersama? Untunglah bukan aku
saja yang berada disini.
“Ayana, pesan apa?” sapa ku sambil menepuk bahu Ayana.
“eh, Nadila. Aku pesan mie goreng, kamu mau pesan apa?”
“aku nasi goreng aja.”
Kami pun duduk bersama di bangku yang terpasang pada meja
kantin. Daripada diam yang menghampiri kami, aku memilih untuk mencairkan
suasana terebih dahulu karena sepertinya Ayana sedikit pendiam.
“kenapa belum pulang, Ay?”
“tadi aku habis membersihkan kelas dulu. Kamu kenapa
belum pulang?”
“sama, aku juga, tapi baru mau membersihkan kelas.
Aku
kira kamu punya alasan lain.. ahaha”
“alasan lain? Maksudnya?”
“seperti menunggu Kagawa untuk pulang bersama.. hihi”
“eh? Tidak kok.. kenapa kamu berpikir begitu?”
“bukannya kamu pacarnya Kagawa, ya?”
“eh? Ah.. bukan.. bukan.. aku bukan pacarnya Kagawa kok!”
“tapi kalian kan dekat sekali, kenapa tidak berpacaran
saja?
Atau... Kagawa tidak kunjung menyatakan perasaaannya
padamu?”
Ayana terdiam dan mengalihkan wajahnya dariku seolah
tidak mendengar ucapanku yang tadi. Pandangan matanya mendadak berubah. Ah,
sepertinya pertanyaanku tidak akan dijawab olehnya. Aku jadi merasa tidak enak
hati telah menanyakan hal yang tidak pantas seperti tadi.
“eh.. maaf kalau aku terlalu ikut campur ya..
Tapi kalau
menurutku, gak ada salahnya kan seorang perempuan menyatakan perasaannya
duluan?
Daripada selamanya tidak mengetahui apapun, setidaknya dia
tau..
Rasa suka itu kan perasaan yang istimewa, sayang kalau tidak
diungkapkan, kan?”
“ih.. apa sih, Beby kok ngomongnya begitu? Aku gak suka kok
sama Dia.
Kita kan Cuma bertetangga aja! Udah ada seseorang di hati
aku.
Lagipula, Dia sukanya sama orang lain kok..”
Terlihat
jelas pandangan mata Ayana yang mendadak berubah lagi. Sepertinya Ia telah salah
mengatakan sesuatu padaku. Aku yang terpancing ucapannya pun secara singkat
menanggapinya dengan pertanyaan.
“loh? Si playboy
itu bisa menyukai seseorang? Siapa?”
Ayana
terdiam lagi. Kali ini pandangan matanya terlihat berkeliling layaknya berpikir
mencari jawaban yang akan diutarakan padaku. Pembicaraan ini semakin membuatku
penasaran, sepertinya aku akan bertanya lebih banyak lagi. Namun, seolah hendak
memotong pembicaraan, pramusaji datang mendekati kami membawa makanan yang
telah kami pesan dan menyajikannya di meja. Kutuangkan saus sambal cukup banyak dan tanpa basa-basi,
akupun menyantap hidangan itu selagi masih hangat.
“kamu
suka sama makanan pedas ya?” Tanya Ayana padaku. Ah, sepertinya Ia hendak mengalihkan pembicaraanku. Padahal aku
penasaran sekali dengan jawabannya, mungkin saja Ayana akan bercerita sedikit
tentang gosip itu. Ya, gosip yang mengatakan bahwa Kagawa itu menyukaiku, siapa
tahu saja itu benar. Eh? Kenapa aku jadi penasaran dengan hal yang tidak
penting begini? Akupun mulai merasakan ada keanehan dalam hati ini. Padahal
seharusnya aku tidak se-penasaran ini.
“iya
aku cukup suka kok, hehe kelihatan ya?”
Tidak
memakan waktu lama, nasi goreng di piringku pun sudah habis aku santap. Aku
bersiap untuk membayar dan kembali untuk membersihkan kelas. Aku pun berdiri
untuk pergi lebih dahulu dari Ayana yang masih menyantap makanannya.
“aku
duluan ya, Ay.”
“iya.”
Baru
beberapa langkah dari meja, dengan suara agak keras, Ayana mengatakan sesuatu
seolah ingin aku mengetahui akan sesuatu.
“Beby..
hati itu akan jauh lebih mendengar daripada telinga.”
Aku
yang bingung akan sepenggal ucapan itu sontak menghentikan langkahku dan
bertanya
“hah?
Maksudnya?”
Kemudian,
Ayana hanya tersenyum dan menggeleng, lalu melanjutkan lagi untuk makan. Karena
bingung, aku memilih untuk melangkah pergi menuju meja kasir, membayar, dan
berjalan kembali ke kelas.
Ketika
hendak memasuki pintu ruangan kelas, tiba-tiba aku bertabrakan dengan seorang
anak laki-laki yang hendak keluar dari ruangan kelasku. Kudongakkan pandanganku
untuk melihat wajah laki-laki itu, dan kudapati Kagawa yang memandangku dengan
tatapan terkejut.
“maaf,
aku gak sengaja.”
“iya,
gak apa-apa, Kagawa. Lagipula, aku juga salah tidak memperhatikan jalan.”
Astaga,
kulihat kedalam kelas, dan ternyata kelas telah dalam keadaan bersih. Coretan
spidol di papan tulis telah dibersihkan, lantai kelas telah dipel, dan
kaca-kaca telah di lap bersih. Tanpa berfikir panjang, aku lantas bertanya pada
Kagawa karena sepertinya hanya Ia yang berada di kelas ini, atau mungkin sejak
tadi Ia telah berada di sini.
“kamu
yang bersihin kelas ini?”
Seperti
gugup, beberapa kali Kagawa memutar pandangannya sebelum menjawab pertanyaanku.
Yup, aku yakin dialah yang telah membersihkan kelas ini. Ah, beruntung sekali
pekerjaanku sudah selesai dengan sekejap mata.
“terimakasih
banyak ya! Ah, senang sekali pekerjaanku selesai!” ucapku pada Kagawa sambil
menggengam dan mengguncang-guncang kedua lengannya. Tapi, Ia hanya tersenyum.
Aku berjalan untuk mengambil tasku yang berada di meja di tengah kelas. Bersih
sekali ruangan ini, walaupun sebenarnya dalam hati ini aku merasa heran
dengannya, tapi tak apalah, yang penting pekerjaanku selesai.
“mau
pulang bareng gak?” ajak Kagawa yang berdiri di depan papan tulis kelasku. Akhirnya
bicara juga Dia. Akupun mengangguk dan berjalan bersamanya untuk keluar dari
ruang kelas. Sejujurnya, aku merasa aneh dengan apa yang Ia lakukan, tapi tak
berani untuk bertanya. Nanti takutnya Ia malah merasa aku terlalu banyak bicara
padahal sudah dibantu olehnya.
Kamipun
berjalan, melewati lorong-lorong kelas, menuruni tangga, hingga ke pagar depan
sekolah, namun tidak sepatah katapun yang kami ucapkan. Aku hanya berani
mencuri pandang dari dirinya. Juga Ia pun sepertinya hanya memandang ke depan,
dan berjalan dengan tangan kanan di dalam saku celananya sementara tangan kiri
memegang tali tas punggung yang Ia bawa. Sampai akhirnya Ia yang memulai
percakapan diantara kami.
“mau
aku antar sampai kerumah?”
Sedikit
terkejut aku mendengar pertanyaanya, terus terang sekali Dia ini. Sepertinya Ia
tidak memperdulikan tatapan heranku padanya, Ia tetap menatap mataku seperti
menunggu jawaban dariku. Dan seperti tersihir, akupun mengangguk tanda setuju.
Kemudian Ia berbalik arah untuk mengambil sepedanya. Aku menunggu dengan
diliputi perasaan aneh. Ada apa dengan diriku? Kenapa aku mau diantar pulang
olehnya?
Sebuah
benda dingin berair tiba-tiba menempel di pipiku. Aduh! Dingin! Ternyata adalah
sebotol air mineral dingin yang ditempelkan oleh Kagawa dari belakang tepat di
pipiku. Kagawa tertawa. Gerak tangan Kagawa seolah memberikan air mineral itu
untukku, akupun menoleh dan melihatnya sedikit menganggukan kepalanya.
Tersenyum aneh, aku menerima air mineral itu.
Sepeda,
yang dinaiki kami berdua melaju menuju rumahku. Padahal aku tidak mengatakan
arah rumahku, Dan akupun semakin yakin, Dialah yang selalu menaruh mawar di
jendela kamarku. Dan, sedikit-demi sedikit aku menyadari, sepertinya aku mulai
menyukai sosok si aneh ini. Ah, biarlah, aku ingin menikmati saat-saat bahagia
seperti ini dulu, siapa tau akan berlanjut? Baiklah Ayana, mulai sekarang, aku
akan mendengarkan banyak hal menggunakan hati ini.
*****