PERASAAN DITENGAH HUJAN
Berjalan pulang ditengah hari yang selalu hujan, selalu
membuat hati setiap orang menjadi sedikit melankolis. Kurasa hujan banyak
membuat orang-orang menjadi merasa sedih, dan sepertinya termasuk aku. Jalanan
menjadi sepi, hanya mobil-mobil yang melewatinya, walaupun memakai payungpun
tetap akan terasa segan untuk berjalan karena akan membuat sepatu menjadi basah
dan terasa dingin. Juga tidak ada yang bisa dilihat saat hujan, kecuali air
hujan yang turun ke bumi dan langit yang gelap. Langkah-langkahku menghindari
genangan air saat ini pun sepertinya percuma saja.
Tetapi, langkahku terhenti saat kudapati beberapa meter
dalam jarak pandangku, ada sosoknya, sedang berjalan lambat dan menenteng
sepedanya di tengah hujan yang cukup deras. Sesekali ia mengadahkan kepalanya ke
atas dan membiarkan tetesan hujan membasahi wajahnya. Senyumnya dalam hujan,
ah, Kagawa, mengapa kamu hujan-hujanan? Kakiku melangkah mendekatinya, melewati
genangan-genangan air, dan tanpa mengatakan apapun, memayungi dirinya dengan
payung yang sedang ku pakai, hingga akhirnya kita berada di bawah naungan
payung yang sama, melindungi kami dari derasnya hujan, walaupun kutahu badannya
telah basah tetapi aku hanya tak ingin Ia merasakan dinginnya air hujan yang
terkena hembusan angin jauh lebih lama.
“gak apa-apa, Ayana. Kamu saja yang pakai payung ini.”
Kagawa berkata sambil memegang tanganku yang sedang memegang payung dan menggeser
payung ini ke sisiku.
“gak mau, kamu ngapain hujan-hujanan? Kalau sakit
bagaimana?” aku menyela ucapannya sambil tetap memayungi dirinya. Tetapi Kagawa
malah berjalan bergeser ke sisi luar dari payung dan berucap tanpa melihat ke
arahku.
“Aku suka hujan-hujanan seperti ini.
Apalagi.. bisa hujan-hujanan ditemani orang yang
disukai..”
Orang yang disuka? Hujan-hujanan seperti ini? Maksudmu..
aku? Tunggu.. tunggu! Tadi aku tidak salah mendengar, kan? Apa benar ucapannya
seperti itu? Tuhan, apakah yang dimaksudkan Kagawa tadi itu adalah aku? Ingin
sekali aku memintanya untuk mengulangi perkataanya yang sebelumnya, aku tidak
terlalu mendengar jelas ditengah deras hujan ini! Jantungku berdebar, berharap
ucapan Kagawa tadi memiliki maksud untukku. Tentu saja kuharapkan Kagawa akan
menyatakan perasaanya sekarang kepadaku. Ah, Tuhan! Aku ingin sekali berteriak!
“jika melakukan dengan orang yang disuka, tentu saja segalanya
akan terasa menyenangkan, bukan?” ucapku berusaha menerobos debaran di hati ini
dengan menanggapi ucapannya yang tadi.
“Iya, kamu benar.
Apalagi menyatakan perasaan di tengah hujan, hati akan
terasa lebih sejuk dan tenang.. walaupun sulit, tetapi perasaan akan lebih
mudah di ungkapkan seperti air hujan yang turun ke bumi.”
Aku
berusaha mengambil nafas untuk tetap tenang. Sepertinya Kagawa hendak
mengatakan sesuatu, dan kuharap itu perasaan untukku. Kuputar otakku, mencari
kata-kata untuk membuatnya lebih mudah mengungkapkan perasaanya padaku. Kutarik
nafas perlahan, dan
“kalau
kamu mau menyatakan perasaan kepada seseorang seperti saat ini.. kamu mau mengatakannya seperti apa?”
Bunyi
tetesan hujan masih mengiringi percakapan kami yang terselip diam. Seperti
berfikir, Kagawa pun menjawab Tanya yang telah kulontarkan.
“entahlah..
sepertinya aku bukan orang yang pandai merangkai kata-kata.
Tetapi, pertama-tama aku akan memintanya untuk mendengarkan
suara hujan ini..”
“lalu kemudian?”
Tiba-tiba, Kagawa menghentikan langkahnya dan menyandarkan
sepeda yang sedang di tentengnya ke tiang di sebelah kami, dan dengan tangannya
yang basah namun terasa hangat, Ia menggenggam tanganku yang tengah memegangi
payung.
“Aku hanya ingin mengatakan bahwa selama ini aku sangat
menyayanginya..
Yaa.. walaupun terlihat tidak meyakinkan sih tapi setidaknya jika waktu itu tiba,
aku harap Ia lebih mendengar detak jantungku yang pasti akan berbunyi sangat
keras daripada bunyi derasnya hujan ini..”
Sungguh!
Saat ini waktu benar-benar terhenti! suara hujanpun tak terdengar dengan semua
ucapan yang tadi Ia katakan padaku. Itukah yang selama ini ingin ia utarakan
padaku? Ya Tuhan! Apa yang harus aku katakan? Apa aku juga harus mengutarakan
perasaanku padanya? Sejenak aku terhenyak, namun sesegera mungkin ku lepaskan
genggaman tangannya dariku yang tidak percaya, apa ini mimpi? Tidak tau harus
berkata apa, aku pun kembali melangkahkan kakiku sambil menunduk, ah, sorotan
matanya yang tadi. Seperti tidak ingin merespon tindakanku yang tadi, Kagawa
kembali menenteng sepedanya sambil mengikuti langkahku. Tuhan, tolong buat
hujan yang lebih deras! Aku tak ingin Ia mendengar suara degup jantungku saat
ini. Dengan ragu-ragu, kutolehkan pandanganku padanya yang tengah menatapku
dengan senyuman di bibirnya. Apa sih yang
sebenarnya sedang Ia pikirkan? Apa ia menunggu jawabanku? Tapi kan Ia tidak bertanya apapun padaku!
Saat
ini, tidak ada kata yang terucap dariku maupun darinya. Kami hanya berjalan dan
berjalan ditengah hujan yang tak kunjung mereda. Ia masih menenteng sepedanya,
dan aku, masih berjalan menunduk dengan seribu Tanya. Tujuanku hampir sampai,
rumahku. Tetapi aku masih bingung harus berkata apa. Baiklah, mungkin aku akan
menjawabnya lewat surat saja. Mungkin baru esok aku akan mengirim surat
padanya, siapa tau perasaan ini akan lebih mudah Ia mengerti dengan goresan
pena.
Akhirnya beberapa langkah lagi kami sampai ke rumah.
walaupun agak malu, tetapi aku akan sedikit memberi salam padanya, ketika tiba-tiba
Ia terpejam dan mengadahkan wajahnya ke udara, membiarkan tetesan hujan
mengenai wajahnya, lalu berkata padaku, seolah memecah keheningan
“ah, semoga suatu saat nanti aku bisa berani untuk
mengutarakan perasaanku seperti tadi kepada seseorang yang ku sukai ya..
Entah kenapa, aku paling tidak bisa berkata seperti tadi
kepada orang yang benar-benar ku sukai..
Oh iya, tolong jangan bilang kepada siapapun soal
perkataanku yang tadi ya!
Sampai jumpa nanti, Ayana!”
Langkahnya
pun menjauh meninggalkanku, meninggalkan diriku yang masih berusaha mengerti
akan ucapannya barusan. Sepatu sneakers
ini basah, terasa dingin. Perlahan, kuletakkan payung yang ku pakai ke jalan
aspal di depan rumahku, dan melakukan seperti yang Ia lakukan, terpejam dengan
tetesan dingin air hujan yang mengenai wajah ini, membasuh tetes demi tetes air
mata yang turun seiring dengan sedih yang kurasakan, ya, kini Aku mengerti. Dan
kini, Tuhan, kumohon Jangan tukar perasaan yang seharusnya indah berbalas ini
dengan kesedihan, walaupun hanya aku yang merasakan rasa sayang yang terlalu
dalam ini, Aku akan terus menyimpannya hingga tiba saatnya lisanku akan lebih
baik dalam mengutarakannya, meskipun bukan ditengah hujan.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar